Minggu, 06 November 2011

Belajar dari Ibrahim as.

aku dan sedikit rezeki digenggamanku
berniat melepas kendaraan menuju syurgaMu
berharap akan dilancarkannya jejakku dititian Shiratal Mustaqim milikMu
bermunajat bahwasannya zarah kebaikan ini sampai kelangit tertinggiMu
aku 
dan sedikit rezeki digenggamanku
hakikatnya berusaha mencari perhatianMu
menjunjung ridhoMu
mengemis rahmat dan cintaMu
***


Labaikallahumma labaik..
Labaikalla syarikalakalabaik..
innalhamda wanni'matan lakawalmulk lasyarikalak..


Gemuruh takbir dan eforia kemenangan itu berkumandang lagi. Ya, kali ini lebih masive dari sebelumnya. Saya bisa rasakan itu.
Namun jauh sebelum keramaian ini menggema, ada keheningan yang menyusup malam-malam Sang Nabi. Ada sepucuk kerinduan yang menoreh sela-sela qalbu Lelaki sholeh itu. 
Ibrahim namanya.
Nama yang begitu indah, secarik nama yang menyuratkan akhlak terbaiknya. Akhlak yang begitu dipuji para penghuni langit, akhlak yang menebar kekhasan pekerti seorang pemimpin dan guru.



Idul Adha seolah menegaskan segalanya.
Pelajaran dan rantai hikmah yang begitu panjang untuk disusuri, yang begitu lapang untuk diketahui.
Tentang berbaik sangka kepada Tuhannya. 
Ya, Ibrahim as. mengajarkan keikhlasannya untuk tetap berbaik sangka kepada Sang Pencipta, Yang Maha Agung, Allah azza wa jalla. Saat bagaimana ia harus memahami mimpinya, mimpinya yang sedari dulu mendamba seorang keturunan yang sholeh, yang begitu lama ia tunggu. Dan saat mimpinya terwujud, ia disuguhkan dengan mimpi lain yang lebih berharga, mimpinya untuk mencapai titik tertinggi sebuah loyalitas dan kesetiaan. Ia harus mengurbankan anak kesayangannya Ismail as.



Dari Abu Hurairah RA berkata, bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Ibrahim telah mengajarkan kita tentang dahsyatnya sebuah prasangka baik.

***


Tentang "Mencari rezeki yang halal"


Sosok wanita tangguh, wanita yang cahayanya tak pudar dilekang zaman. Engkau begitu indah ibunda Siti Hajar. Menenangkan seorang bayi kecil yang kehausan, berlari kecil kebukit shafa demi segenggam obat penghilang dahaga, lalu berlari lagi ke bukit Marwah, tak kau dapati itu..tujuh kali, ya..jumlah yang tak sedikit..hingga Allah menolongmu Ibunda..


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16155/khutbah-idul-adha-1432-h-empat-pelajaran-dari-kisah-nabi-ibrahim-as-dan-keluarganya/


***

Eforia melemah,
suara sejenak terhenti..
pudar, nyanyian Ilahi
terbawa mamiri
menuju sunyi
dekat kehati

Tentang "Keteguhan Hati"
Ibrahim mengajarkan kesetiaan yang begitu panjang, perjuangan yang tak sedikit melelahkan, perjalanan yang penuh kepayahan.
bukan sekedar malam ini, 
saat bulan berganti 
lantas semua terhenti.
Sungguh
Keteguhan bukan yang seperti ini.
***


Saya kembali mencari
segenggam rezeki
semacam keteguhan hati
yang batasnya, belum sampai disini


Saya mau kerumah Illahi Rabbi.


-MF-
***